Siapa yang menang di hari raya iedul fitri? Menang atas apa?.
Idul Fitri (Kemenangan Melawan Hawa Nafsu)
Idul fitri berarti kembali ke fitrah, yakni ‘asal kejadian’, atau ‘kesucian’, atau ‘agama yang benar’. Maka setiap orang yang merayakan idul fitri dianggap sebagai cara seseorang untuk kembali kepada ajaran yang benar, sehingga dia bisa memperoleh kemenangan.
Jika memang Idul Fitri benar-benar seperti yang disebutkan di atas.
Berapa orang yang benar-benar mendapatkan Idul Fitri? Berapa orang yang
benar-benar telah kembali kepada agama yang benar? Kalaupun ada, saya yakin
mereka justru menangis di hari raya ini.
Kedua, dari kata minal ‘aidin wal faizin yang artinya ‘semoga kita
termasuk orang-orang yang kembali dan memperoleh kemenangan’ . Karena menurut
para ahli, kata al-faizin diambil dari kata fawz, sebagaimana tersebut dalam
Al-Qur’an, yang berarti ‘keberuntungan’ atau ‘kemenangan’.
Siapa yang merasa menang hari raya ini? Menang atas apa?.
Makna lain dari kata idul fitri sebagai hari kemenangan adalah karena
pada hari itu seluruh kaum muslimin dan muslimat baru saja menuntaskan
kewajiban agamanya yang paling berat yaitu menahan hawa nafsu melalui ibadah
Ramadhan. Karena itu, barangsiapa mampu menuntaskan ibadah Ramadhan itu selama
sebulan penuh, tentu dia akhirnya keluar sebagai pemenang dalam ujian
kesabarannya itu.
Namun, dalam tradisi Lebaran belakangan ini aspek simboliknya
lebih menonjol ketimbang aspek substantifnya. Lebaran menjadi lebih sering
dimaknai sebagai pakaian baru, aneka makanan dan berbagai bentuk selebrasi lain
secara berlebihan, sehingga melupakan orang-orang yang tidak bisa merayakannya.
Lebaran menjadi kehilangan makna spiritualnya, karena umat terjebak pada
kemenangan aspek simboliknya.
Setiap agama itu memiliki makna simbolis. Makna substantif dari
Lebaran sebenarnya adalah kemenangan spiritual. Karena spiritualitas itu
sifatnya abstrak, maka Lebaran diekspresikan dengan cara yang lebih mudah:
Dengan pakaian yang bagus dan segala macamnya.
Jatidiri manusia sebagai mahkluk yang bergembira,
manusia yang senang bertualang, dan manusia yang cenderung kembali pada
asal-usul, semakin diperkukuh oleh dimensi agama, terutama pada ritus-ritus
keagamaan seperti Idul Fitri. Semua agama, termasuk Islam, akhirnya harus
menampilkannya dalam format yang bersifat lokal dan konteksual.
Agama memang harus melakukannya. Kalau tidak, ia mengalami
kesenjangan. Itulah kemenangan hakiki. Dunia-akhirat berjaya. Apalah arti
kemenangan di dunia kalau di akhirat sengsara. Semoga kita mampu menjadi
pemenang hakiki itu, kemenangan di dunia dan kemenangan di akhirat. Semoga
Allah SWT selalu membimbing langkah kita menuju ridha-Nya, jalan ke surga yang
dijanjikan-Nya. Amiin Yaa Rabbal ‘Alamiin.
0 Response to "Siapa yang menang di hari raya iedul fitri? Menang atas apa?."
Post a Comment